Selasa, 02 September 2008

BLM, BEM, UKM STMIK PPKIA Tarakanita Rahmawati Tarakan

BLM (Badan Legislatif Mahasiswa) berdiri pada tahun 2003. Berdirinya BLM berakar dari sebuah wacana yang dihembus oleh seorang aktivis mahasiswa, yang juga merupakan seorang kader HmI, yang baru dibait di kediaman bung Ferry (kader senior HmI), barat laut lapangan bola Meteo Karang Anyar, Tarakan Kalimantan Timur.

Abu Bakar bersama seorang rekannya yang juga merupakan kader HmI, Fitriansyah Ahmad mengangkat wacana pembentukan BLM ke forum, tepatnya forum tersebut diselenggarakan di Kampus Biru AMIK PPKIA Tarakanita Rahmawati Tarakan, lantai 2 ruang kelas A, jam kedua perkuliahan malam, dengan lokasi Kampus Biru saat itu berada di jalan Jenderal Sudiman Tarakan, Kalimantan Timur. Forum tersebut dihadiri oleh beberapa orang mahasiswa AMIK PPKIA, diantaranya Sahrul, Jufri, Mansur, Yudi Rahmat, Bambang, Rizal, dan lain-lain. Di dalam forum tersebut dibahas persoalan eksistensi BEM yang telah mengkhianati aturan-aturan organisasi yang tertuang di dalam AD/ART(Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga) yang telah disepakati dalam MUBES(Musyawarah Besar AMIK PPKIA).

BEM pada saat itu, seluruh sepak terjang dan aktivitasnya terpasung oleh keterbatasan pengetahuan para praktisi BEM akan fungsi terbesar organisasi mahasiswa tersebut. Atmosfir pergerakan mahasiswa yang terhimpun di dalam tubuh BEM mengkristal, terkontaminasi oleh dominasi tendensi popularitas, egois, public lie, dan over idealis. Image BEM hanya sekedar formalitas yang kebesaran namanya sekedar tumpang tenar manakala UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) konsekuen dengan program-program kerjanya.

ROHIS Salam AMIK dengan fungsinya sebagai organisasi Islam kampus, aktif dengan kegiatan keIslaman. KBMK PPKIA, organisasi mahasisma Kristen, rutin membimbing jama'ahnya. Serta UKM-UKM lainnya yang juga tetap konsisten pada aktivitas yang masih dalam koridor kebijakan UKMnya masing-masing.

Upaya untuk melakukan sebuah perubahanpun merupakan embrio pemikiran yang menjadi titik awal pergerakan para peserta forum untuk mengembalikan kemurnian pergerakan mahasiswa yang fungsi utamanya sebagai agent of change, kontrol sosial, dan secara sadar dan murni mengemban kembali Three Dharma Perguruan Tinggi, sebagai acuan dan roh pergerakan.
Namun sejarah perjuangan BLM ternyata belum menemui titik aman seperti yang diharapkan, sebab sindrom popularitas kembali menjangkiti tubuh BEM, dan parahnya sudah merembet pada BLM selaku pemilik controling power. Idealisme hanya sekedar slogan, komitmen yang hanya sebatas ucapan, tidak punya keberanian untuk mengaplikasikannya.

Sebuah potret kehidupan berorganisasi yang setengah-tengah dan terlalu cepat mengklaim batas akhir perjuangan. Banyak hal-hal penting yang membutuhkan peranan mahasiswa dalam hal ini BLM dan BEM sebagai pelopor perubahan, luput dan menguap bersama dengan cuap-cuap idealisme dan fanatisme UKM. BLM hanya bisa menghakimi miskinnya BEM akan kegiatan bernapaskan pergerakan yang mengusung kepentingan rakyat dalam hal ini masyarakat kota Tarakan, tanpa solusi kongkret berupa konsep pergerakan yang sistematis dan prosedural. BEM yang hilang kendali mengatasi konflik UKM yang tidak ada habis-habisnya sehingga upaya BEM mengintegrasikan program-program kerja antar UKM hanya sebatas konsep diatas kertas tanpa aplikasi. Kebijakan-kebijakan BEM yang memicu konflik internal, diantaranya kebijakan yang berkaitan dengan pembagian pos sekretariat yang hanya memihak pada UKM tertentu. UKM dengan kapasitasnya masing-masing arogan, mencela UKM yang lain, bangga dengan semua program-program kerja dan prestasi yang telah diraih, yang apabila dilihat dengan kacamata aktivitas dan pergerakan mahasiswa dari Perguruan Tinggi prestesius lain yang ada di Indonesia, tidak lebih dari sebuah pergerakan yang berasal dari aktivis-aktivis pemula yang terburu-buru mengklaim diri sebagai pengusung idealisme sejati.

BLM adalah wadah pergerakan yang sarat dengan potensi pemimpin-pemimpin bangsa yang berbakat jangan terkontaminasi dengan sindrome popularitas sehingga mempengaruhi kemampuan konseptor yang dapat mengintegrasikan potensi BEM yang memiliki performance kepemimpinan yang masih perlu diasah dengan beragam wacana pergerakan dengan kompasnya Three Dharma Perguruan Tinggi dan misinya sebagai kontrol sosial, baik itu berkaitan dengan kepentingan rakyat sipil maupun sepak terjang pejabat pemerintah, dengan ragam UKM yang memiliki lini pergerakan sesuai dengan bidangnya masing-masing. UKM merupakan pioner pergerakan dengan wacana yang berbeda-beda, kelak mewarnai dan menambah kualitas pergerakan mahasiswa.

Sebuah Kebijakan yang Timpang

Pemimpin kelompok adalah individu yang memiliki kepribadian yang unggul, baik itu ditinjau dari kemampuan sebagai seorang konseptor, prediktor, maupun sebagai seorang decision maker.

Sebagai seorang konseptor, seorang pemimpin mampu merangkai berbagai aktivitas dalam wujud bagan pemahaman yang terstruktur, tidak terjadi tumpang tindih antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya sehingga pada proses implementasi tidak terjadi gesekan-gesekan wewenang para praktisi terkait yang memicu konflik internal. Dalam konteks pelaksanaan instruksi, anggota kelompok tidak menggunakan alokasi waktu, cost, tenaga dan pemikiran untuk memahami konsep aktivitas yang unclear sight. Pemimpin yang memiliki kemampuan prediktor dapat melihat manfaat yang dapat diperoleh oleh kelompok yang terselip dari peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Manakala orang lain menyikapi sebuah kasus dengan pemahaman yang kaku, di sisi lain, seorang pemimpin yang prediktor dengan fleksibel melihat peluang berupa solusi jenius menjawab akan penyelesaian kasus tersebut.

Disamping itu, pemimpin yang prediktor juga mampu membaca gejala-gejala lingkungan, perilaku anggota kelompok, dan dampak perilaku-perilaku tersebut terhadap lingkungan sehingga mampu mengatasi persoalan-persoalan unprediktif yang muncul dalam kelompok dengan kebijakan yang nilai akurasinya tinggi.

Seorang decision maker yang bijaksana punya korelasi yang kuat dengan kemampuan prediktor dan konseptor. Tekanan internal dan eksternal kelompok mempengaruhi kualitas sebuah keputusan yang dibuat oleh pemimpin selaku decision maker. Pemimpin yang mampu memprediksi tendensi-tendensi kepentingan pribadi pihak yang terusik oleh keputusan yang dibuat akan tetap komitmen pada statement yang tidak memihak. Orientasi keadilan menjadi prioritas utama ketika akan menerapkan sebuah kebijakan. Sebuah kebijakan yang unfear mengandung potensi konflik internal kelompok, kecemburuan sosial, dan menurunnya tingkat loyalitas anggota kelompok lainnya.

Kebijakan yang timpang terjadi karena pemimpin yang melakukannya tidak memiliki kemampuan layaknya seorang pemimpin yang ideal, seorang pemimpin yang tidak memiliki nilai bobot kepemimpinan, seorang pemimpin yang menggadai wibawanya dengan popularitas sebagai seorang pemimpin yang pada akhinya mendorongnya melakukan hal yang tidak patut oleh seorang pigure pemimpin yang mengusung kepentingan organisasi, instansi, departement atau kelompok yang dipimpinnya.

Arus Peredaran SDM

Sumber daya manusia yang beragam yang kaya dengan varian model peran yang berbeda-beda, memperkaya perbendaharaan aset pembangunan daerah. Mobilitas masyarakat dengan intelektansi yang tinggi yang berakar dari SDM yang berkualitas memberi implikasi pada animo membangun, disamping upaya melakukan perubahan revolusioner terhadap sistem pembangunan daerah yang sudah usang.

Ego membangun individualistis menjadi kekuatan-kekuatan kecil yang apabila memperoleh koordinasi terarah kemudian terjalin kerjasama antar individu-individu tersebut, maka realisasi rencana pembangunan daerah akan lebih optimal. Kompetisi yang sehat oleh masyarakat yang memiliki sumberdaya yang terampil dan searah dengan rencana pembangunan menjadi premium pembangunan daerah kearah yang jauh lebih baik.

Pembangunan di seluruh sektor mengalami kemajuan yang signifikan mengingat sumberdaya pembangunan yang berasal dari sumber daya manusia yang berkompeten. Kurangnya tenaga ahli yang mau bahkan menyadari betapa besar peluang pembangunan daerah yang dapat diwujudkan dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang setiap saat dalam proses pemanfaatannya tidak maksimal. Arus sumber daya manusia yang dimiliki oleh masing-masing individu masyarakat memberi kontribusi bernilai kecil dibanding apabila SDM tersebut telah melalui sebuah proses manajerial terpadu sehingga terbentuk sebuah tim kerja yang solid, yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat merata, kesenjangan sosial, konflik antar individu, kejahatan sosial dapat diminimalisir.

Program-program kerja pemerintah daerah dapat direalisasikan sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan.

SDM yang ada merupakan modal utama pembangunan disamping sumber daya kapital dan sumber daya alam. SDM merupakan faktor penentu dalam upaya dua sumberdaya lainnya. Maksimalnya manfaat sumber daya kapital dan sumber daya alam tergantung baik buruknya SDM suatu daerah. Penyalahgunaan sumber daya kapital dan sumber daya alam oleh oknum menjadi indikasi SDM yang terkontaminasi tendensi memenuhi kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan umum, sindrom yang menginfeksi moral individu dalam kelompok masyarakat yang minim daya proteksi karena terbuai dengan janji-janji dan tertipu oleh topeng idealisme.

Links