Kamis, 04 September 2008

Shodaqoh, Infaq dan Zakat

Hal yang paling urgen untuk kembali difahami oleh sebagian besar umat Islam saat ini adalah kekuatan yang berada dibalik instruksi-instruksi Allah SWT dalam Alqur'an dan sabda Rasulullah SAW. Perlu kiranya upaya redefinisi makna implisit yang dikandung oleh instruksi-instruksi Allah SWT tersebut.

Ada 3 varian instruksi Allah SWT dalam Alqur'an, wajib bagi setiap umat Islam kembali melakukan kajian yang mendalam terhadap 3 varian instruksi tersebut. Shodaqah, Infaq dan Zakat. Ketiga varian instruksi tersebut, content-nya terintegrasi dengan jumlah harta, omset pribadi, pendapatan usaha, dan sumberdaya pribadi lainnya yang dimiliki oleh setiap muslim disamping perbuatan dan tingkah yang laku terpuji yang terhimpun dalam wadah akhlaqul karimah. Mayoritas umat Islam masih belum mampu membedakan antara definisi Shodaqoh, Infaq dan Zakat, indikasinya ketika mengeluarkan sejumlah uang-harta untuk kepentingan umum, person muslim tersebut lantas mengklaim dirinya telah menunaikan kewajibannnya untuk mengeluarkan zakat, infaq dan shodaqoh.

Terdapat perbedaan yang mendasar dari ketiga varian instruksi tersebut yang selama ini dengan interpretasi yang keliru yang terjadi dikalangan umat Islam cenderung dengan makna yang sama dengan 3 sebutan yang berbeda. Beberapa umat Islam sudah merasa cukup dengan menginfaqkan sebagian hartanya dengan melalaikan kewajiban zakat yang wajib dikeluarkan setiap tahunnya. Dalam kasus zakat, ada yang sudah merasa telah mengeluarkan zakat hanya dengan zakat fitrah, lantas melupakan zakat harta, pendapatan usaha. Sebuah fenomena yang sudah selayaknya tidak terjadi lagi bulan Ramadhan ini.

Kualitas harta yang dimiliki itu tergantung upaya membersihkan harta tersebut dari hak orang lain yang masih terdapat di dalamnya. Sebuah tuntunan akhlak yang sempurna berasal dari ajaran Islam. Setelah setahun mengumpulkan harta dengan jerih payah bekerja keras dengan tetesan keringat sendiri lantas harus rela memberikan sebagian hasil usaha tersebut kepada orang lain. Menurut ukuran Ilmu Ekonomi yang diterapkan oleh dunia usaha saat ini, itu sebuah kebijakan yang menyimpang karena yang dipertaruhkan di sini adalah modal usaha. Secara matematis akan memperkecil perolehan keuntungan untuk perusahaan.

Kalau mengacu pada hukum ekonomi kapitalis, Shodaqoh, Infaq dan Zakat merupakan penggunaan modal usaha yang sia-sia apabila tidak memiliki nilai balik seimbang dengan nominal modal yang dikeluarkan. Sebaliknya bila kebijakan mengeluarkan Shodaqoh, Infaq dan Zakat memberi nilai plus maka Shodaqoh, Infaq, Zakat merupakan alternatif kebijakan yang dapat dipertimbangkan.

Sebuah pemahaman tentang makna Shodaqoh, Infaq dan Zakat yang salah kaprah keluar dari koridor syari'at Islam, pemahaman yang telah terkontaminasi paham ekonomi kapitalis, materialistis. Orientasi ekonomi kapitalis adalah dengan modal yang kecil raup keuntungan yang sebesar-besarnya. Suatu perbedaan konteks pemahaman yang kontras dengan definisi Shodaqoh, Infaq dan Zakat itu sendiri.

Shodaqoh dan Infaq membutuhkan keikhlasan dan Zakat adalah kewajiaban setiap muslim yang tidak bisa ditawar-tawar. Apalagi mengharap keuntungan dari upaya tersebut, Shodaqoh, Infaq dan Zakat tidak memiliki nilai dan bobot amal bagi yang mengeluarkan Shodaqoh, Infaq dan Zakat tersebut.

Rahasia kesuksesan dan kelanggengan suatu usaha tergantung konsistensi perusahaan tersebut memperhatikan Shodaqoh, Infaq dan Zakat. Hal ini bukan sekedar omong kosong tapi sebuah realita yang dapat dibuktikan berdasarkan analisa matematis. Dengan Shodaqoh dan Infaq hubungan horisontal antar sesama rekan bisnis semakin membaik. (bersambung...)

Links