Jumat, 12 September 2008

Tatkala Menteri Menghalangi Shalat Tepat Waktu

Ramadhan, 12 September 2008. Salah satu Masjid yang berada di kota Tarakan mendapat kunjungan langsung oleh salah seorang menteri kabinet SBY. Sebuah kehormatan yang memberi efek pada image, dan eksistensi disamping meroketnya pamor masjid tersebut dimata masyarakat Tarakan.

Sebuah gambaran yang mengindikasikan bahwa bangsa ini tidak hanya didominasi oleh pemimpin-pemimpin yang anti masjid, anti da’wah, peduli ibadahnya rendah, bobot akhlak bertopeng jabatan, koruptor, fact manipulator dan lain sebagainya. Terbukti dengan hadirnya salah seorang menteri kabinet SBY tersebut ditengah-tengah masyarakat kemarin malam bersama jama’ah selain shalat Isya yang dilanjutkan dengan shalat sunnat Taraweh juga mengusung misi da’wah yang bersih penuh ketulusan tanpa pamrih sedikitpun. Sebuah potret kehidupan sosok seorang pemimpin sejati yang bisa di jadikan cermin buat para pemimpin bangsa yang memiliki tujuan yang sama, membangun Indonesia menjadi negara yang disegani, berwibawa dan tidak ada ketergantungan pada hutang luar negeri tetapi negara merdeka yang mandiri.

Namun kedatangan menteri tersebut, dalam proses penyambutannya terkesan meng-kultus pengaruh yang dimiliki manusia. Memang benar Islam mengajarkan untuk menghormati tamu, tetapi dalam konteks kunjungan menteri ini, akan sangat menyimpang sekali bila pemahaman menghormati tamu dijadikan legalitas untuk berlebih-lebihan dalam proses penyambutannya. Sebab Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya agar tidak perlu berdiri ketika Rasulullah SAW datang yang ketika itu para sahabat sedang melakukan kajian agama.

Rasulullah SAW sangat memahami standart menghormati tamu. Kenapa justru umatnya yang notabene masih harus banyak belajar ini justru menyalahi ajaran beliau. Apakah keterangan Rasulullah SAW tidak begitu jelas sehingga harus diperjelas dengan sebuah pemahaman yang menurut penulis adalah sebuah tindakan pembodohan publik terhadap jama'ah dalam hal ini umat Islam.

Kedatangan menteri menghalangi pelaksanaan shalat tepat waktu adalah hal yang tidak bisa ditolerir, berdiri ketika Rasulullah SAW tiba disebuah majelis pengajian sangat tidak dianjurkan oleh beliau apatah lagi sampai menunda pelaksanaan shalat tepat waktu.

Adzan tidak mewakili shalat tepat waktu, sebab definisi adzan jauh berbeda dengan makna tegaknya shalat. Interpretasi yang sumbang bila sikap mengkultus sudah menjangkiti pemahaman umat Islam. Beberapa abad yang lalu Rasulullah SAW sudah menjelaskannya secara gamblang kepada umatnya bahwa jangan berlebih-lebihan terhadap beliau dengan pernyataan bahwa beliau adalah seperti layaknya manusia biasa, terlihat dari jumlah "ISTIGHFAR" yang beliau lafadzkan 100x/hari. apatah lagi hanya seorang menteri, apa kapasitasnya dibanding Rasulullah SAW sehingga shalat harus ditunda?

Dalam beribadah kepada Allah pangkat dan jabatan tidak akan menggambarkan status seseorang disisi Allah SWT, sebab hal itu tidak pernah direkomendasikan oleh AlQur'an. Dekat atau jauhnya seseorang hamba kepada Allah SWT itu tergantung dari besar kecilnya tingkat taqwa. Sudah selayaknya umat Islam menghormati seseorang hanya berorientasi ketaqwaan. Bila masih mengacu pada status dan pengarus jabatan seseorang, maka selamanya penegakkan syari'at Islam tidak akan sempurna.

Terhambatnya penegakkan syari'at Islam secara sempurna disebabkan oleh tingkat prioritas pemahaman antara perintah syari'at dan budaya bangsa Indonesia yang telah terlanjur tercemar oleh pemikiran dan paham penjajah. Sepenting apapun seseorang, setinggi apapun jabatannya seseorang, semulia apapun seseorang, Rasulullah SAW tidak pernah menganjurkan kepada umat Islam untuk berdiri menyambut kedatangannya, apalagi sampai menunda pelaksanaan shalat.

Kita marah ketika syari'at Islam dilecehkan oleh bangsa dan negara yang notabene memusuhi Islam. Namun tanpa kita sadari justru kita sendiri telah menginjak-injak syari'at itu. Ketika pemahaman kita salah, jangan sekali-kali memaksa pemahaman tersebut kepada saudara-saudara yang lain. Disamping didorong oleh sikap arogan, pengaruh kita sebagai pemimpin memaksakan kehendak adalah sebuah tindakan yang kurang bijaksana.

Mari sama-sama kita bersihkan diri dari infeksi faham budaya barat yang sangat kontras perbedaannya dengan ajaran Islam yang notabene sarat dengan Akhlaqul Karimah. Menghormati orang lain secara proporsional agar syari'at Islam segera dapat ditegakkan menggantikan pola pandang kita, pola pikir kita, pola pemahaman kita. Tolak semua ajaran yang berseberangan dengan ajaran Islam, sebab pasti tidak akan pernah sempurna. Islam adalah penyempurna ajaran-ajaran sebelumnya, Yahudi, Nashrani, Ahmadiyah, Lia Eden, dan ajaran-ajaran sesat lainnya.

Kamis, 04 September 2008

Shodaqoh, Infaq dan Zakat

Hal yang paling urgen untuk kembali difahami oleh sebagian besar umat Islam saat ini adalah kekuatan yang berada dibalik instruksi-instruksi Allah SWT dalam Alqur'an dan sabda Rasulullah SAW. Perlu kiranya upaya redefinisi makna implisit yang dikandung oleh instruksi-instruksi Allah SWT tersebut.

Ada 3 varian instruksi Allah SWT dalam Alqur'an, wajib bagi setiap umat Islam kembali melakukan kajian yang mendalam terhadap 3 varian instruksi tersebut. Shodaqah, Infaq dan Zakat. Ketiga varian instruksi tersebut, content-nya terintegrasi dengan jumlah harta, omset pribadi, pendapatan usaha, dan sumberdaya pribadi lainnya yang dimiliki oleh setiap muslim disamping perbuatan dan tingkah yang laku terpuji yang terhimpun dalam wadah akhlaqul karimah. Mayoritas umat Islam masih belum mampu membedakan antara definisi Shodaqoh, Infaq dan Zakat, indikasinya ketika mengeluarkan sejumlah uang-harta untuk kepentingan umum, person muslim tersebut lantas mengklaim dirinya telah menunaikan kewajibannnya untuk mengeluarkan zakat, infaq dan shodaqoh.

Terdapat perbedaan yang mendasar dari ketiga varian instruksi tersebut yang selama ini dengan interpretasi yang keliru yang terjadi dikalangan umat Islam cenderung dengan makna yang sama dengan 3 sebutan yang berbeda. Beberapa umat Islam sudah merasa cukup dengan menginfaqkan sebagian hartanya dengan melalaikan kewajiban zakat yang wajib dikeluarkan setiap tahunnya. Dalam kasus zakat, ada yang sudah merasa telah mengeluarkan zakat hanya dengan zakat fitrah, lantas melupakan zakat harta, pendapatan usaha. Sebuah fenomena yang sudah selayaknya tidak terjadi lagi bulan Ramadhan ini.

Kualitas harta yang dimiliki itu tergantung upaya membersihkan harta tersebut dari hak orang lain yang masih terdapat di dalamnya. Sebuah tuntunan akhlak yang sempurna berasal dari ajaran Islam. Setelah setahun mengumpulkan harta dengan jerih payah bekerja keras dengan tetesan keringat sendiri lantas harus rela memberikan sebagian hasil usaha tersebut kepada orang lain. Menurut ukuran Ilmu Ekonomi yang diterapkan oleh dunia usaha saat ini, itu sebuah kebijakan yang menyimpang karena yang dipertaruhkan di sini adalah modal usaha. Secara matematis akan memperkecil perolehan keuntungan untuk perusahaan.

Kalau mengacu pada hukum ekonomi kapitalis, Shodaqoh, Infaq dan Zakat merupakan penggunaan modal usaha yang sia-sia apabila tidak memiliki nilai balik seimbang dengan nominal modal yang dikeluarkan. Sebaliknya bila kebijakan mengeluarkan Shodaqoh, Infaq dan Zakat memberi nilai plus maka Shodaqoh, Infaq, Zakat merupakan alternatif kebijakan yang dapat dipertimbangkan.

Sebuah pemahaman tentang makna Shodaqoh, Infaq dan Zakat yang salah kaprah keluar dari koridor syari'at Islam, pemahaman yang telah terkontaminasi paham ekonomi kapitalis, materialistis. Orientasi ekonomi kapitalis adalah dengan modal yang kecil raup keuntungan yang sebesar-besarnya. Suatu perbedaan konteks pemahaman yang kontras dengan definisi Shodaqoh, Infaq dan Zakat itu sendiri.

Shodaqoh dan Infaq membutuhkan keikhlasan dan Zakat adalah kewajiaban setiap muslim yang tidak bisa ditawar-tawar. Apalagi mengharap keuntungan dari upaya tersebut, Shodaqoh, Infaq dan Zakat tidak memiliki nilai dan bobot amal bagi yang mengeluarkan Shodaqoh, Infaq dan Zakat tersebut.

Rahasia kesuksesan dan kelanggengan suatu usaha tergantung konsistensi perusahaan tersebut memperhatikan Shodaqoh, Infaq dan Zakat. Hal ini bukan sekedar omong kosong tapi sebuah realita yang dapat dibuktikan berdasarkan analisa matematis. Dengan Shodaqoh dan Infaq hubungan horisontal antar sesama rekan bisnis semakin membaik. (bersambung...)

Rabu, 03 September 2008

Emansipasi Wanita yang Salah Kaprah

Konsekuensi dari ketertindasan dan tindakan diskriminatif lainnya adalah sikap berontak dan usaha untuk survive, mempertahankan eksistensi diri. Arogansi dan diskreditasi terhadap kaum hawa disebabkan oleh dominasi pria terhadap multidimensi aspek kehidupan. Tindakan kekerasan terhadap kaum hawa berawal dari 3 hal pokok :

1). Low Level Knowledge, tingkat pendidikan kaum hawa yang memprihatinkan, sehingga wawasan terhadap lingkungan dan kehidupan sosial terkooptasi oleh nilai balancing yang tidak padan antara peranan gender dan peningkatan sumberdaya skill.
2). Over Action, menganggap remeh peran utama, posisi, status, dan ruang gerak kaum hawa dalam kehidupan sosial tetapi lebih memprioritaskan diri pada kegiatan/ aktivitas di luar ambang kemampuannya.
3). Powerless Action, secara kodrati fisik kaum hawa berbeda dengan fisik pria. Wataknya yang lemah lembut, tingkat emotion control yang lebih dominan, dan naluri protection needed lebih cenderung pada kaum hawa dibanding pria.

Emansipasi wanita adalah refleksi dari kondisi lingkungan yang membutuhkan sebuah perlakuan terhadap kaum hawa secara adil sesuai kodratnya. Intelektualitas kaum hawa memberi pengaruh positif terhadap keharmonisan kehidupan sosial. Wawasan tentang ruang gerak dan status kewanitaan memposisikan kaum hawa pada lingkungan kehidupan secara proporsional. Titik berat peranan kaum hawa adalah pada pendidikan dan upaya menciptakan animo belajar yang kondusif. Kesabaran, ketelitian, kelembutan, ketelatenan merupakan pilar utama pembangun figur sejati. Peran utama kaum hawa adalah menghandle lingkup batas akhir peran pria. Pengaruh manajerial yang utuh dan lingkungan yang safe, jauh dari tekanan eksternal, pengaruh pergaulan multipersonal tanpa batas memberi efek pada kualitas pendidikan dan wawasan kaum hawa, menggiring kaum hawa pada tindakan melampaui kodrat dan memasuki area dan ruang gerak pria, sehingga kaum hawa tersebut teralienasi yang pada akhirnya memicu upaya adaptasi lingkungan sosial dengan kemampuan terbatas. Di area dan ruang gerak yang berbeda, proses adaptasi lingkungan sosial menguras waktu, cost dan tenaga di samping perhatian dan konsentrasi kaum hawa untuk lebih focus.

Perbedaan gender memiliki potensi munculnya tindakan diskriminatif bila kaum hawa tidak dibekali pengetahuan yang luas dan keterampilan yang memadai dalam mengatasi pengaruh yang muncul akibat kompetisi yang ketat dalam meraih status di lingkungan kehidupan sosial. Contoh, di dalam dunia kerja, peranan kaum hawa sangat signifikan, utamanya pada stabilitas perusahaan dalam menghadapi business competition yang ketat. Manajemen sumberdaya dalam mengatasi tekanan eksternal, dirinya terkadang cenderung menguras sumberdaya perasaan setelah tekanan mental mengusik daya pikir realistis, sehingga membuka celah terjadinya pergeseran skenario koridor dunia kerja berupa eksploitasi sumberdaya kaum hawa yang tersisa, secara ratio dan hitungan matematis, mustahil terjadi.

Sebuah wujud emansipasi wanita yang salah kaprah, ketika kaum hawa memaksa diri melampaui batas kewanitaan mengambil alih peran pria secara multidimensional dan melupakan peran utama yang menjadi prioritas sejak kaum hawa tersebut dilahirkan.

Frekuensi kajian kewanitaan yang tinggi akan melahirkan kesadaran kaum hawa akan batas-batas peran yang patut diambil alih. Kajian kewanitaan yang dimaksud adalah kajian yang mendalam yang tidak terkontaminasi oleh budaya barat yang kapitalis, yang mengajarkan faham emansipasi, sarat dengan kebebasan mengeksploitasi diri kaum hawa yang berorientasi materi, pergaulan bebas yang unnormative menggiring kaum hawa pada kehidupan glamour, dunia hiburan dan berakhir pada nasib kaum hawa menjadi pemuas nafsu pria belaka.

Interpretasi peranan kaum hawa diseluruh aspek kehidupan merupakan awal legitimasi eksistensi kaum hawa keluar dari koridor kodrat. Pemahaman tentang emansipasi wanita yang dangkal menjadi bumerang yang membahayakan bagi kesucian kodrat dan martabat kaum hawa.

Persepsi emansipasi wanita yang ditawarkan oleh Islam adalah sebuah pemahaman emansipasi itu secara proporsional. Namun, ada beberapa pihak yang mengaku pembela hak emansipasi wanita yang mementahkan persepsi tersebut dengan dalih dan topeng slogan kebebasan berekspresi kaum hawa tidak boleh dibelenggu, tidak sedikit kaum hawa yang menganggap persepsi Islam tentang emansipasi wanita tidak sinkron dengan perkembangan zaman serta menganggapnya sebagai sebuah persepsi yang mendikreditkan kebebasan kaum hawa berekspresi.

Fakta dan realita yang mengindikasikan betapa cengkraman budaya barat yang materialistis terhadap kejujuran dalam memahami arti martabat dan kodrat kaum hawa pada porsi yang tidak tepat. Sudah saatnya kaum hawa melakukan upaya redefinisi emansipasi wanita. Untuk menghindari kritik sosial yang notabene berasal dari kaum hawa sendiri yang tergolong peka menangkap makna emansipasi yang sesungguhnya. Hendaknya kaum hawa, para aktivis emansipasi wanita kembali membuka lembaran sejarah emansipasi wanita yang terukir indah beberapa abad yang lalu. Siti Khadijah binti Khuweilid adalah sosok wanita sempurna pelopor emansipasi wanita yang terkenal dalam sejarah Islam, keimanannya terhadap kitab suci Alqur'an mengantarkan dirinya menjadi tokoh yang menterjemahkan emansipasi wanita sejati yang pernah hadir di panggung sejarah kehidupan manusia yaitu dengan pengejawantahan yang sempurna dalam kehidupannya sehingga mampu mengantarkan suaminya menjadi seorang yang tokoh yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan manusia. Sebuah pemahaman emansipasi yang utuh akan melahirkan keharmonisan sejati.

Selasa, 02 September 2008

BLM, BEM, UKM STMIK PPKIA Tarakanita Rahmawati Tarakan

BLM (Badan Legislatif Mahasiswa) berdiri pada tahun 2003. Berdirinya BLM berakar dari sebuah wacana yang dihembus oleh seorang aktivis mahasiswa, yang juga merupakan seorang kader HmI, yang baru dibait di kediaman bung Ferry (kader senior HmI), barat laut lapangan bola Meteo Karang Anyar, Tarakan Kalimantan Timur.

Abu Bakar bersama seorang rekannya yang juga merupakan kader HmI, Fitriansyah Ahmad mengangkat wacana pembentukan BLM ke forum, tepatnya forum tersebut diselenggarakan di Kampus Biru AMIK PPKIA Tarakanita Rahmawati Tarakan, lantai 2 ruang kelas A, jam kedua perkuliahan malam, dengan lokasi Kampus Biru saat itu berada di jalan Jenderal Sudiman Tarakan, Kalimantan Timur. Forum tersebut dihadiri oleh beberapa orang mahasiswa AMIK PPKIA, diantaranya Sahrul, Jufri, Mansur, Yudi Rahmat, Bambang, Rizal, dan lain-lain. Di dalam forum tersebut dibahas persoalan eksistensi BEM yang telah mengkhianati aturan-aturan organisasi yang tertuang di dalam AD/ART(Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga) yang telah disepakati dalam MUBES(Musyawarah Besar AMIK PPKIA).

BEM pada saat itu, seluruh sepak terjang dan aktivitasnya terpasung oleh keterbatasan pengetahuan para praktisi BEM akan fungsi terbesar organisasi mahasiswa tersebut. Atmosfir pergerakan mahasiswa yang terhimpun di dalam tubuh BEM mengkristal, terkontaminasi oleh dominasi tendensi popularitas, egois, public lie, dan over idealis. Image BEM hanya sekedar formalitas yang kebesaran namanya sekedar tumpang tenar manakala UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) konsekuen dengan program-program kerjanya.

ROHIS Salam AMIK dengan fungsinya sebagai organisasi Islam kampus, aktif dengan kegiatan keIslaman. KBMK PPKIA, organisasi mahasisma Kristen, rutin membimbing jama'ahnya. Serta UKM-UKM lainnya yang juga tetap konsisten pada aktivitas yang masih dalam koridor kebijakan UKMnya masing-masing.

Upaya untuk melakukan sebuah perubahanpun merupakan embrio pemikiran yang menjadi titik awal pergerakan para peserta forum untuk mengembalikan kemurnian pergerakan mahasiswa yang fungsi utamanya sebagai agent of change, kontrol sosial, dan secara sadar dan murni mengemban kembali Three Dharma Perguruan Tinggi, sebagai acuan dan roh pergerakan.
Namun sejarah perjuangan BLM ternyata belum menemui titik aman seperti yang diharapkan, sebab sindrom popularitas kembali menjangkiti tubuh BEM, dan parahnya sudah merembet pada BLM selaku pemilik controling power. Idealisme hanya sekedar slogan, komitmen yang hanya sebatas ucapan, tidak punya keberanian untuk mengaplikasikannya.

Sebuah potret kehidupan berorganisasi yang setengah-tengah dan terlalu cepat mengklaim batas akhir perjuangan. Banyak hal-hal penting yang membutuhkan peranan mahasiswa dalam hal ini BLM dan BEM sebagai pelopor perubahan, luput dan menguap bersama dengan cuap-cuap idealisme dan fanatisme UKM. BLM hanya bisa menghakimi miskinnya BEM akan kegiatan bernapaskan pergerakan yang mengusung kepentingan rakyat dalam hal ini masyarakat kota Tarakan, tanpa solusi kongkret berupa konsep pergerakan yang sistematis dan prosedural. BEM yang hilang kendali mengatasi konflik UKM yang tidak ada habis-habisnya sehingga upaya BEM mengintegrasikan program-program kerja antar UKM hanya sebatas konsep diatas kertas tanpa aplikasi. Kebijakan-kebijakan BEM yang memicu konflik internal, diantaranya kebijakan yang berkaitan dengan pembagian pos sekretariat yang hanya memihak pada UKM tertentu. UKM dengan kapasitasnya masing-masing arogan, mencela UKM yang lain, bangga dengan semua program-program kerja dan prestasi yang telah diraih, yang apabila dilihat dengan kacamata aktivitas dan pergerakan mahasiswa dari Perguruan Tinggi prestesius lain yang ada di Indonesia, tidak lebih dari sebuah pergerakan yang berasal dari aktivis-aktivis pemula yang terburu-buru mengklaim diri sebagai pengusung idealisme sejati.

BLM adalah wadah pergerakan yang sarat dengan potensi pemimpin-pemimpin bangsa yang berbakat jangan terkontaminasi dengan sindrome popularitas sehingga mempengaruhi kemampuan konseptor yang dapat mengintegrasikan potensi BEM yang memiliki performance kepemimpinan yang masih perlu diasah dengan beragam wacana pergerakan dengan kompasnya Three Dharma Perguruan Tinggi dan misinya sebagai kontrol sosial, baik itu berkaitan dengan kepentingan rakyat sipil maupun sepak terjang pejabat pemerintah, dengan ragam UKM yang memiliki lini pergerakan sesuai dengan bidangnya masing-masing. UKM merupakan pioner pergerakan dengan wacana yang berbeda-beda, kelak mewarnai dan menambah kualitas pergerakan mahasiswa.

Sebuah Kebijakan yang Timpang

Pemimpin kelompok adalah individu yang memiliki kepribadian yang unggul, baik itu ditinjau dari kemampuan sebagai seorang konseptor, prediktor, maupun sebagai seorang decision maker.

Sebagai seorang konseptor, seorang pemimpin mampu merangkai berbagai aktivitas dalam wujud bagan pemahaman yang terstruktur, tidak terjadi tumpang tindih antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya sehingga pada proses implementasi tidak terjadi gesekan-gesekan wewenang para praktisi terkait yang memicu konflik internal. Dalam konteks pelaksanaan instruksi, anggota kelompok tidak menggunakan alokasi waktu, cost, tenaga dan pemikiran untuk memahami konsep aktivitas yang unclear sight. Pemimpin yang memiliki kemampuan prediktor dapat melihat manfaat yang dapat diperoleh oleh kelompok yang terselip dari peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Manakala orang lain menyikapi sebuah kasus dengan pemahaman yang kaku, di sisi lain, seorang pemimpin yang prediktor dengan fleksibel melihat peluang berupa solusi jenius menjawab akan penyelesaian kasus tersebut.

Disamping itu, pemimpin yang prediktor juga mampu membaca gejala-gejala lingkungan, perilaku anggota kelompok, dan dampak perilaku-perilaku tersebut terhadap lingkungan sehingga mampu mengatasi persoalan-persoalan unprediktif yang muncul dalam kelompok dengan kebijakan yang nilai akurasinya tinggi.

Seorang decision maker yang bijaksana punya korelasi yang kuat dengan kemampuan prediktor dan konseptor. Tekanan internal dan eksternal kelompok mempengaruhi kualitas sebuah keputusan yang dibuat oleh pemimpin selaku decision maker. Pemimpin yang mampu memprediksi tendensi-tendensi kepentingan pribadi pihak yang terusik oleh keputusan yang dibuat akan tetap komitmen pada statement yang tidak memihak. Orientasi keadilan menjadi prioritas utama ketika akan menerapkan sebuah kebijakan. Sebuah kebijakan yang unfear mengandung potensi konflik internal kelompok, kecemburuan sosial, dan menurunnya tingkat loyalitas anggota kelompok lainnya.

Kebijakan yang timpang terjadi karena pemimpin yang melakukannya tidak memiliki kemampuan layaknya seorang pemimpin yang ideal, seorang pemimpin yang tidak memiliki nilai bobot kepemimpinan, seorang pemimpin yang menggadai wibawanya dengan popularitas sebagai seorang pemimpin yang pada akhinya mendorongnya melakukan hal yang tidak patut oleh seorang pigure pemimpin yang mengusung kepentingan organisasi, instansi, departement atau kelompok yang dipimpinnya.

Arus Peredaran SDM

Sumber daya manusia yang beragam yang kaya dengan varian model peran yang berbeda-beda, memperkaya perbendaharaan aset pembangunan daerah. Mobilitas masyarakat dengan intelektansi yang tinggi yang berakar dari SDM yang berkualitas memberi implikasi pada animo membangun, disamping upaya melakukan perubahan revolusioner terhadap sistem pembangunan daerah yang sudah usang.

Ego membangun individualistis menjadi kekuatan-kekuatan kecil yang apabila memperoleh koordinasi terarah kemudian terjalin kerjasama antar individu-individu tersebut, maka realisasi rencana pembangunan daerah akan lebih optimal. Kompetisi yang sehat oleh masyarakat yang memiliki sumberdaya yang terampil dan searah dengan rencana pembangunan menjadi premium pembangunan daerah kearah yang jauh lebih baik.

Pembangunan di seluruh sektor mengalami kemajuan yang signifikan mengingat sumberdaya pembangunan yang berasal dari sumber daya manusia yang berkompeten. Kurangnya tenaga ahli yang mau bahkan menyadari betapa besar peluang pembangunan daerah yang dapat diwujudkan dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang setiap saat dalam proses pemanfaatannya tidak maksimal. Arus sumber daya manusia yang dimiliki oleh masing-masing individu masyarakat memberi kontribusi bernilai kecil dibanding apabila SDM tersebut telah melalui sebuah proses manajerial terpadu sehingga terbentuk sebuah tim kerja yang solid, yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat merata, kesenjangan sosial, konflik antar individu, kejahatan sosial dapat diminimalisir.

Program-program kerja pemerintah daerah dapat direalisasikan sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan.

SDM yang ada merupakan modal utama pembangunan disamping sumber daya kapital dan sumber daya alam. SDM merupakan faktor penentu dalam upaya dua sumberdaya lainnya. Maksimalnya manfaat sumber daya kapital dan sumber daya alam tergantung baik buruknya SDM suatu daerah. Penyalahgunaan sumber daya kapital dan sumber daya alam oleh oknum menjadi indikasi SDM yang terkontaminasi tendensi memenuhi kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan umum, sindrom yang menginfeksi moral individu dalam kelompok masyarakat yang minim daya proteksi karena terbuai dengan janji-janji dan tertipu oleh topeng idealisme.

Links