Jumat, 29 Agustus 2008

Ketika Komitmen Bersama DiKhianati

Senin, 25 Agustus 2008 adalah hari dan tanggal yang patut direkam dalam pita sejarah STMIK PPKIA Tarakanita Rahmawati Tarakan. Sebuah kejadian yang cukup memalukan bila ditinjau dari masalah yang menjadi persoalan konflik antara Wakil Ketua III, Ketua Panitia Remidiasi, dan beberapa orang yang mengaku aktivis yang tergabung dalam organisasi pencinta alam STMIK PPKIA Tarakanita Rahmawati Tarakan. Konflik yang sebenarnya tidak akan terjadi bila pihak pemicu konflik mau bersikap lebih dewasa. Menurut data yang penulis peroleh permasalahan yang menjadi alasan bagi pemicu konflik untuk meng-complain permasalahan tersebut kepada Wakil Ketua III STMIK PPKIA Tarakanita Rahmawati adalah proses pemecatan anggota panitia Remidiasi yang berasal dari UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) MAPALA STMIK PPKIA Tarakan.

Berawal dari sebuah kesepakatan bersama serta sangsi yang dikenakan bila terjadi pelanggaran terhadap kesepakatan tersebut, hal ideal yang patut dan sewajarnya ketika mengawali sebuah kegiatan yang kalau tidak ingin dikatakan sebagai kegiatan unprocedure. Sebuah niat dan upaya yang bermuatan positif dan tindakan yang bernilai mendidik serta melatih siapapun yang terlibat dalam struktur kegiatan tersebut bergerak secara sistematis dan terencana. Skill kepemimpinan tampak nyata memberi kontribusi besar bila apa yang menjadi target kegiatan terealisasi sesuai dengan apa yang telah tertuang dalam draft program-program kerja. Disamping kemampuan me-manage individu-individu yang terlibat langsung dalam kegiatan tersebut agar terbina integrasi kinerja yang solid.

Secara teori, senioritas tidak mempunyai legitimasi untuk mendikte, sekalipun ditinjau dari sisi struktural keorganisasian, dalam kondisi tertentu hal tersebut diperbolehkan. Hal tersebut tidak perlu terjadi bila proses pembelajaran dan pembentukan kader penerus pemegang tongkat estafet masih mencoba menerapkan embrio pemikiran yang lahir dari ide sebuah perubahan. Saling mempercayai dan upaya memberi peluang kepada orang lain adalah kebijaksanaan yang hanya lahir dari sosok seorang pemimpin sejati, bukan dari seorang aktivis yang berorientasi pada popularitas.

Ketika keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi berorientasi pada intonasi popularitas, dapat diprediksi perubahan yang terjadi jauh lebih lamban, bahkan kader-kader yang unrepresentatif menjadi produk organisasi yang mendominasi perjalanan karir dan mewarnai pergerakan organisasi tersebut. Lahir kader-kader asbun, berteriak lantang namun tak ada muatan bobotnya, kritikus-kritikus yang salah alamat, salah kaprah memvonis tanpa dasar dan tidak adanya kajian mendalam ketika mengkritik sebuah kebijakan yang sedikitpun tak patut dikritisi. Kader yang menepuk air, lantas yang basah justru wajah sendiri.

Harga sebuah komitmen bersama, sama sakralnya dengan sebuah kebenaran hakiki yang patut dijaga, bukan justru mencemarinya dengan upaya mencari popularitas dan kepentingan pribadi. Ketika kepentingan pribadi dan mencari kekuasaan menjadi motif sebuah pergerakan, maka ukuran dan bobot perjuangannya tidak layak untuk mengganti harga diri yang harus dikorbankan dan dapat disetarakan dengan harga botol bekas di meja jual para pemulung.

Untuk mencari pengkhianat komitmen bersama penulis tidak punya hak untuk mengatakannya disini, sebab yang dapat melakukan itu adalah nurani bersih yang cinta pada kejujuran lubuk hati.

0 komentar:

Links